RSS

Senin, 09 Desember 2013

Kasus bisnis tidak beretika

PT KAI Akan Seret Pelaku Usaha yang Aktifitas Bisnis Tanpa Ijin
[JAKARTA] Manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengingatkan  para pelaku usaha baik dari dalam maupun luar negeri  untuk tidak melakukan aktifitas bisnis di  semua lahan maupun bangunan milik PT KAI  sebelum mendapatkan persetujuan tertulis  dengan memenuhi semua prosedur dan persyaratan yang diajukan PT KAI.  


Pihak PT KAI akan memproses hukum baik pidana maupun perdata pelaku usaha yang melakulan transaksi bisnis di bangunan yang berdiri di atas lahannya tanpa persetujuan tertulis dari PT KAI. Sebab Bangunan tersebut berdiri di atas lahan milik PT KAI Hal tersebut disampaikan manajemen PT KAI (Persero) melalui kuasa hukumnya, M. Salim Radjiman dari kantor hukum Radjiman Billitea & Partner, kepada pers Minggu (1/12) di Jakarta, usai menghadiri acara diskusi bertema”Penyelamatan Aset aset BUMN untuk Masa depan Bangsa”. Acara tersebut diselenggarakan Public Trust Institute (PTI). 

Hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut Staf Pengajar FISIP UI Eman Sulaeman Nasim serta Direktur Pengembangan Centre Information Development Studies (CIDES) Hilmi R Ibrahim “Bangunan-bangunan yang saat ini mendapat sorotan dari pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia, adalah beberapa bangunan bisnis yang terletak di Jalan Jawa dan Jalan Madura yang diklaim milik PT ACK. Padahal bangunan tersebut berdiri di atas lahan PT Kereta Api Indonesia. Itu sebabnya bangunan bangunan tersebut hingga saat ini tidak memiliki ijin mendirikan bangunan atau IMB. IMB tidak akan dikeluarkan oleh pemerintah kota Medan, karena pihak pengembang dalam hal ini PT ACK tidak memiliki sertifikat. Pembangunan gedung tersebut tidak diberikan IMB karena berdiri di atas lahan PT Kereta Api Indonesia dan tidak pernah mendapatkan ijin dari PT KAI," papar Salim Radjiman. 

Dijelaskan M. Salim Radjiman, bangunan yang hampir selesai tersebut, pengelolanya secara melawan hukum   mulai menyewakan kepada berbagai pelaku usaha. Padahal jelas jelas bangunan tersebut tidak memiliki IMB. Jika bangunan tersebut tidak memiliki IMB selain membahayakan pengunjung dan penyewa, juga setiap saat terancam ditutup. “kami mengingatkan kepada para pengusaha yang sudah mulai menyewa bahkan membuka gerainya di salah satu bangunan di atas lahan PT KAI, dari pada mengalami kerugian lebih besar, lebih baik mengurungkan niatnya menyewa atau membuka usaha di bangunan tersebut. Sebab lahan tersebut milik PT Kereta Api Indonesia. Pengembang bangunan tersebut tidak akan pernah mendapatkan sertifikat dan IMB karena itu lahan milik PT KAI sebagai salah satu badan usaha milik negara. Siapapun yang menerbitkan sertifikat dan IMB terancam pidana karena menyalahgunakan jabatan yang merugikan negara untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain,” papar M. Salim Radjiman. 

Lebih lanjut M. Salim Radjiman menjelaskan, saat ini PT KAI  sedang mengajukan Peninjauan kembali atau PK ke Mahkamah Agung untuk menyelamatkan asetnya yang telah dirampas secara melawan hukum oleh pihak swasta. Selain PT KAI, kementerian Badan Usaha Milik Negara (Meneng BUMN) sebagai salah satu instansi pemerintah yang menjadi atasan managemen PT KAI juga sedang mengajukan tuntutan hukum melalui Pengadilan Negeri Medan, untuk menyelamatkan aset PT KAI yang terletak di jalan Jawa dan Jalan Madura kelurahan gang Buntu Kota Medan. Persidangan atas kasus gugatan hukum dari Meneg BUMN tersebut masih berlangsung. 

“Sambil menunggu keluarnya putusan Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung, kami menyarankan kepada pelaku usaha baik dari dalam maupun luar negeri baik dari wilayah Sumatera Utara khususnya Kota Medan maupun dari luar Sumatera untuk membatalkan niatnya menyewa atau membeli  ruang atau lahan usaha di bangunan-bangunan yang berdiri di atas lahan PT Kereta Api Indonesia,  yang masih bersengketa,” papar M. Salim Radjiman. 

Diakui oleh M. Salim Radjiman, lahan PT KAI yang terletak di Jalan Jawa dan Jalan Madura tersebut terletak di lokasi perekonomian yang sangat strategis di pusat Kota Medan yang perekonomiannya sedang berkembang. Itu sebabnya, banyak pelaku usaha yang tidak beretika bernapsu untuk menguasainya meski melawan hukum. Pelaku usaha tersebut, melihat potensi bisnis lahan tersebut dengan membangunan berbagai bangunan pusat kegiatan ekonomi.

 “Tentu saja karena lokasinya yang memang strategis dan menguntungkan, banyak pelaku usaha ingin menyewa dan membuka gerai usahanya di bangunan tersebut. Para pelaku usaha tersebut pasti tidak diberitahu oleh bagian pemasaran maupun pengelola gedung, kalau gedung tersebut berdiri di atas tanah milik pihak lain, sehingga tidak ada sertifikat. Dan tentu saja tidak memiliki IMB. “ papar M. Salim Radjiman. 

Menurut M. Salim Radjiman baik dirinya sebagai penasehat hukum dan manajemen PT KAI tidak ingin masyarakat tertipu oleh strategi manajemen yang membangun gedung itu. Sebelumnya masyarakat sudah banyak yang tertipu. “Sebelum lebih banyak lagi masyarakat yang tertipu, kami perlu mengingat masyarakat agar tidak menyewa atau membuka gerai di atas lahan milik PT KAI khususnya yang terletak di Jalan Jawa dan Jalan Madura Kota Medan,” tambah M. Salim Radjiman. 

Prinsip Kehatihatian Berbisnis 
Di tempat yang sama, Dosen Ilmu Komunikasi  FISIP UI  Eman Sulaeman Nasim mengingatkan kepada para pengusaha untuk selalu mengutamakan prinsip kehati hatian dalam berbisnis. Termasuk menelusuri jejak langkah dan rekam jejak mitra usahanya. Jika tidak hati hati dalam memilih dan memperhatikan rekam jejak mitra usahanya, bukan hanya mengalami kerugian materi, melainkan juga nama baik bisa hancur seumur hidup. Padahal modal utama dalam bisnis adalah nama baik dan kepercayaan. 

“Di lingkungan Perbankan saja, pengelola dan pegawai bank dituntut mengenali lebih dalam nasabahnya. Bukan hanya menerima uang nasabah untuk dikelola tapi harus mengenali lebih dalam siapa nasabahnya. Jika nasabah tersebut bergelut di bisnis atau usaha yang diharamkan negara, maka Bank tidak boleh menerima dana nasabah tersebut. Jika tetap menerima dananya, akan dikenakan tindak pidana pencucian uang. Demikian juga pengusaha yang akan menyewa tempat usaha. Perhatikan dahulu siapa pengembangan tempat usaha tersebut. Rekam jejaknya. Yang sangat vital adalah perhatikan, apakah bangunan tersebut sudah memiliki IMB, dan Amdal serta sertifikat atas tanah dimana bangunan tersebut berdiri. Jika tidak, sebaiknya pengusaha maupun pelaku usaha sebaiknya tidak berusaha atau tidak menyewa tempat yang bermasalah tersebut. Jika dipaksanakan, bukan keuntungan yang diperoleh, tapi kebuntungan,” papar Eman Sulaeman Nasim. 

Sementara Direktur CIDES Hilmi R Ibrahim mengingatkan, bukan hanya IMB dan rekam jejak pengembang, para pelaku usaha yang akan menyewa ruang usaha di gedung perkantoran atau mall juga harus meneliti apakah bangunan tersebut berdiri di atas tanah milik si pengembang atau berdiri di atas tanah negara atau pihak lain seperti  lahan PT KAI secara melawan hukum.  Jika bangunannya berdiri di atas tanah negara atau tanah PT KAI dengan cara melawan hukum, sebaiknya batalkan.

 “ Jika pelaku usaha ikut menyewa ruang usaha di mall atau gedung perkantoran yang berdiri di atas tanah negara atau tanah milik BUMN seperti PT KAI dengan cara melawan hukum, maka si penyewa juga dapat dianggap telah merugikan negara dan memperkaya kelompok pengusaha tertentu dengan cara melawan hukum.  Di belahan dunia manapun, kepentingan negara itu harus diutamakan,” papar Hilmi R Ibrahim yang pernah menjadi Direktur Pengelola Kawasan Senayan itu [PR/L-9]

sumber:
http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/pt-kai-akan-seret-pelaku-usaha-yang-aktifitas-bisnis-tanpa-ijin/45812

Analisis :

Bagi pihak yang sedang mencari tempat untuk mendirikan usaha, sebaiknya seorang wirausaha  harus mencari tahu tentang seluk beluk tempat yang akan dijadikan tempat berdiri usahanya seperti siapa yang memiliki lahan tersebut, apakah ada IMB dan AMDALnya. Hal tersebut dilakukan agar meminimalisir terjadinya kesalahpahaman atau ketidakjelasan dalam jalannya usaha di kemudian hari. Untuk itu sangat diperlukan sikap yang selektif dalam menilai tempat yang dijadikan usaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar